
Salto, Uruguay 24 Januari 1987 menjadi salah satu hari bersejarah bagi kota tersebut dan Uruguay, karena pada tanggal tersebut terlahir seorang anak yang saat ini menjadi tumpuan timnas Uruguay. Ya, Luis Alberto Suarez, atau lebih dikenal dengan Luis Suarez. Suarez kecil memulai karier sepakbola juniornya dengan bermain untuk Nacional sejak tahun 2003 hingga masuk ke tim senior Nacional pada tahun 2005. Hanya bertahan 1 musim di tim senior, bakat Suarez muda tercium hingga ke negeri Kincir Angin Belanda. Adalah Groningen yang membawa Suarez muda ini berpetualang ke Eropa. Hanya bertahan semusim di Groningen, potensi bintang Suarez terdeteksi oleh Ajax yang bersedia menggelontorkan 7,5 pound untuk pemuda berusia 20 tahun kala itu. Di Ajax bakat besar Suarez terasah dengan baik, selama kurun waktu 2007-2011 membela panji Merah-Putih Ajax, Suarez bermain sebanyak 110 pertandingan dan membukukan 81 gol, sebuah torehan yang luar biasa di usia yang masih muda. Pada usia 24 tahun Liverpool menggaetnya dengan bandrol sebesar 22,8 juta pound, dan Suarez saat itu menjadi pemain termahal bagi Liverpool. Di Liverpool, Suarez mewarisi nomor 7, yang merupakan nomor peninggalan para legenda seperti "King" Kenny Dalglish, dan Kevin Keegan. Kehadiran Suarez di Liverpool mampu mengobati rasa getir suporter yang merasa hancur ditinggal bintang mereka Fernando Torres yang hijrah ke Chelsea, penampilan moncer Suarez, dan melempemnya Torres di Chelsea seakan menghapus duka bagi pendukung setia Liverpool.

Di level internasional, Luis Suarez membela Uruguay, secara bertahap dari level junior hingga senior. Debut senior Suarez pada tanggal 8 Februari 2007, diawali dengan kemenangan atas Kolombia dengan skor cukup mencolok 3-1, namun juga berkesan negatif pada Suarez yang menerima 2 kali kartu kuning yang membuat dia harus rela mandi lebih awal.

Dibalik ke digdayaan potensi Suarez, berbagai perangai negatif yang kontroversial pun tidak dapat terpisah dari nya. Kecemerlangan kariernya di Ajax harus ternoda dengan emosi nya yang membuat Suarez seringkali mendapat kartu kuning, bahkan kartu merah. Suarez juga pernah mendapat julukan "Cannibal of Ajax" gara-gara tingkah konyol nya menggigit bahu pemain PSV Otman Bakkal, akibatnya Suarez mendapat hukuman 7 laga dari KNVB. Kontroversi Suarez tidak berhenti disana, ketika bermain untuk Liverpool Suarez beberapa kali membuat ulah. Yang mengguncang dunia adalah kasus rasis Suarez pada pemain Manchester United Patrice Evra pada musim 2011-2012 yang membuatnya dihukum denda 40.000 pound dan skorsing 8 pertandingan. Pada tahun 2013 tragedi kanibal Suarez kembali terulang, kali ini yang menjadi korban adalah Branislav Ivanovic bek Chelsea, yang berujung pada skorsing 10 laga. Beberapa kejadian yang dilakukan Suarez mendapat kecaman dari media Inggris yang terkenal keras, bahkan Suarez pernah menyatakan diri tidak betah di Inggris akibat tekanan media pada dirinya, namun fans Liverpool berhasil membuatnya bertahan dan membawa Liverpool berada di peringkat kedua musim 2013/2014 lalu.


Kontroversi Suarez tidak hanya di level klub, di perhelatan akbar sekelas Piala Dunia pun Suarez masih membuat "kejutan" yang akan membuatnya dikenang sebagai pemain yang kontroversial dan tidak sportif. Timnas Ghana mungkin adalah negara yang paling sakit hati terhadap Suarez, bagaimana tidak,pada Piala Dunia Afrika Selatan 2010, Ghana berpeluang menciptakan rekor menjadi negara Afrika pertama yang bisa masuk ke semifinal Piala Dunia. Pertandingan yang berkesudahan 1-1 di waktu normal itu harus dilanjutkan pada babak tambahan. Pada menit akhir babak tambahan itulah Suarez mendadak menjadi penjaga gawang. Bola yang sudah meluncur ke gawang dapat "ditepis" keluar oleh Suarez. Akibatnya Ghana "hanya" mendapat penalti, Suarez diberi kartu merah. Namun kejadian itulah yang membuat Ghana begitu murka pada Suarez, walau mendapat penalti, peluang penalti tidak 100%, berbeda dengan kondisi bola yang telah melewati penjaga gawang yang berhak menggunakan tangan, pada akhirnya pemain Ghana Asamoah Gyan yang menjadi eksekutor gagal menyarangkan bola ke gawang Muslera. Bagi rakyat Uruguay Suarez mungkin menjadi pahlawan, namun Ghana akan menyimpan dendam kesumat pada Suarez.

Piala Dunia 2014 pun tidak terlewat dari ulah "bengal" Suarez. Pada pertandingan terakhir Grup D melawan Italia yang juga menjadi penentuan, Suarez kembali menggunakan "taring" nya. Kali ini korbannya bek Italia Giorgio Chiellini. Namun sayang wasit tidak menggubris protes Chiellini yang menunjukkan bekas gigitan sang "vampir", dan wasit pun tidak memberi hukuman apapun pada Suarez, dan lagi-lagi mungkin rakyat Uruguay menganggap Suarez sebagai pahlawan yang meloloskan Uruguay ke fase knock out.
Dibalik segala kontroversi Suarez, seorang bintang tetaplah bintang, segala bentuk sportifitas adalah pilihan setiap pemain untuk menjalankannya atau menghalalkan segala cara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar