Entri Populer

Kamis, 26 Juni 2014

D10S 1986, L10 2014


Piala Dunia Meksiko 1986 menjadi Piala Dunia bersejarah bagi warga Argentina, dipimpin sang maestro Diego Armando Maradona, Argentina membawa pulang trophy kehormatan dari Meksiko. Skill diatas rata-rata membuat Maradona bermain layaknya raja di lapangan, bahkan para suporter menyebutnya dengan julukan D10S (Tuhan). Kepemimpinan Maradona yang begitu dominan mampu membawa Argentina berjaya. Kala itu Argentina juga diisi skuat yang mentereng seperti Daniel Passarella, Jorge Valdano, Oscar Ruggery, Nery Pumpido serta sang kapten Diego Maradona. Di fase grup penampilan Maradona terkesan biasa-biasa saja, hanya mencetak 1 gol dari total 6 gol yang dicetak Argentina di fase grup. Lolos sebagai juara grup dengan total 7 poin dari 2 kemenangan serta 1 hasil seri dengan Italia, Argentina harus saling "bunuh" dengan sesama negara Amerika Selatan lainnya yaitu Uruguay. Berhasil menundukkan Uruguay dengan satu gol dari Pedro Pasculli, Argentina bertemu dengan Inggris di babak Perempat Final. Di partai ini Maradona menunjukkan taji nya. Maradona mencetak 2 gol spektakuler yang tidak pernah dilupakan dunia. Satu gol "Tangan Tuhan" mengelabuhi Peter Shilton dan mencetak salah satu gol terbaik sepanjang masa dengan solo run nya dari tengah lapangan dan melewati 5 orang pemain Inggris. Kemenangan 2-1 atas Inggris membawa Albiceleste menantang Belgia di babak Semifinal. Lagi-lagi Maradona mencetak 2 gol yang membawa Argentina menantang Jerman di partai puncak. Jerman yang kala itu juga diperkuat pemain-pemain terbaik seperti Lothar Matthaus, Rummenigge, dan Rudi Voller pun tak mampu membendung Maradona, dkk memenangi turnamen 4 tahunan tersebut.
Gol fantastis Maradona membuatnya dipuja seantero negri Tango, bahkan Maradona menjadi sebuah agama bagi para fans nya. Namun kejayaan Argentina bersama sang Maestro harus menurun sebab tingkah bengal Diego. Pada puncaknya Piala Dunia 1994 Maradona harus dipulangkan oleh FIFA karena penggunaan doping dan kokain. Prestasi Argentina pun terus merosot.
Setelah era Maradona berakhir, Argentina terus memunculkan bakat-bakat baru yang diakui dunia, seperti Gabriel Batistuta, Ariel Ortega, Juan Sebastian Veron, Diego Simeone pun tidak mampu meningkatkan antusias para fans untuk kembali berjaya. Mereka belum menemukan sosok pengganti sang D10S.
Pada tahun 2005, dunia dibuat terkesima oleh aksi pemain berumur 17 tahun yang bermain untuk Barcelona. Lionel Andres Messi, belum banyak yang mengenal, namun aksi pemain kelahiran Argentina yang bergabung dengan Barcelona sejak berusia 12 tahun itu mampu menyita perhatian dunia. Lionel Messi mampu membangkitkan gairah publik Argentina dengan membawa Tim Tango menjadi juara dunia di level U-20 bersama Kun Aguero, serta meraih medali emas olimpiade 2008.
Pada Piala Dunia 2006 sebenarnya mampu menjadi debut Messi, sayang La Pulga yang saat itu masih berusia 18 tahun belum menjadi pilihan utama Jose Pekerman. Masyarakat Argentina benar-benar menaruh harapan besar pada seorang Messi ketika Messi memperlihatkan kualitas yang semakin menanjak bersama Barcelona, apalagi Messi mampu mencetak hattrick pada laga ketat sekelas El Clasico, walaupun Blaugrana hanya bermain dengan 10 orang. 
Bertubuh kecil, lincah, dan produktif membuat publik membandingkan Messi muda dengan sang legenda Diego Maradona. Skill Messi yang diatas rata-rata membuat publik yakin bahwa Messi adalah titisan Maradona di era sepakbola saat ini. Hal tersebut diperkuat saat Messi mampu menduplikat gol solo run Maradona ke gawang Inggris kala Barcelona melawan Getafe pada bulan April 2007. Tidak hanya sampai disitu, Messi juga kembali mengingatkan publik atau bahkan meyakinkan publik bahwa ia adalah Maradona baru Argentina ketika lagi-lagi Messi menduplikat gol sang maestro, ketika melawan Espanyol di ajang final Copa Del Rey 2007, gol Tangan Tuhan Maradona yang sempat menjadi kontroversi berhasil diulang kembali oleh sang "MESSIah". 
Pada Piala Dunia 2010 yang dihelat di Afrika Selatan, Masyarakat Argentina menaruh harapan besar pada seorang Lionel Messi yang tampil superior bersama Barcelona. Dengan dilatih Maradona, rakyat Argentina semakin yakin jika Messi akan bersinar di Afrika. Namun harapan besar tersebut pupus karena Messi tampil tidak sesuai harapan, bahkan La Pulga sama sekali tidak dapat mencetak gol di Afrika. 
Karena penampilan Messi yang cenderung buruk di timnas, masyarakat Argentina pun sedikit tidak respek pada Messi. Banyak yang berkata bahwa penampilan Messi untuk timnas tidak 100% seperti di Barcelona. Statistik Messi di timnas memang tidak semoncer seperti saat bermain untuk Barcelona, tapi tidak seharusnya rakyat Argentina menyebut Messi tidak nasionalis hanya karena Messi tidak menyanyikan lagu kebangsaan Argentina. Publik mungkin sedikit lupa bahwa sejatinya, Messi dapat memilih kewarganegaraan antara Argentina atau Spanyol, karena Messi telah bergabung bersama Barcelona sejak berumur 12 tahun, namun Messi dengan tegas menolak tawaran federasi sepakbola Spanyol untuk bermain bagi timnas Spanyol. Messi pun dengan bangga mengenakan seragam kebesaran Albiceleste.
Sesaat sebelum Piala Dunia 2014 bergulir, rakyat Argentina tidak menaruh harapan besar pada Messi, mereka hanya ingin pembuktian dari Messi jika ia memang tampil 100% untuk negaranya. Minimnya harapan pada bintang Barcelona itu cukup beralasan mengingat Messi bermain tidak maksimal untuk Barcelona di musim 2013/14.
Pada Piala Dunia 2014, Argentina tergabung dalam Grup F, yang bisa dibilang grup yang cukup mudah, karena "hanya" diisi oleh Nigeria, Bosnia-Herzegovina, dan Iran. Skuat asuhan Alejandro Sabella ini dipimpin oleh Lionel Messi sebagai kapten tim dan mengenakan nomer 10. Cukup identik dengan kala Argentina menjuarai Piala Dunia 1986. Skuat saat ini pun bisa dibilang sangat mewah, karena pemain-pemain kelas wahid seperti Sergio "Kun" Aguero (Manc.City), Gonzalo Higuain (Napoli), Angel Di Maria (Real Madrid), dan Javier Mascherano (Barcelona) menjadi rekan sang Kapten di Piala Dunia 2014 ini. Beberapa hal unik pun tersaji untuk membandingkan 2 generasi Argentina ini. Masing-masing dipimpin oleh pemain bernomor 10 yang cukup identik dalam gaya permainan, pemain bernomor 10, baik Maradona maupun Messi bermain sebagai pemain yang disegani rekan-rekannya, skuat Argentina diisi nama-nama kelas atas di jamannya, serta Argentina 86 mencetak 6 gol di fase grup, dan Argentina saat ini juga mencetak total 6 gol di fase grup. Messi yang bermain buruk pada Piala Dunia Afrika seakan ingin menegaskan bahwa dia adalah seorang Argentina dengan permainan cemerlangnya. Messi mencetak 4 gol dari 3 pertandingan dan meraih gelar man of the match 3x dalam 3 pertandingan. Mungkin inilah saatnya bagi L10 untuk menyandingkan diri bersama D10S. Vamos Argentina!! Vamos King Leo!!


Rabu, 25 Juni 2014

Luis Alberto Suarez

Salto, Uruguay 24 Januari 1987 menjadi salah satu hari bersejarah bagi kota tersebut dan Uruguay, karena pada tanggal tersebut terlahir seorang anak yang saat ini menjadi tumpuan timnas Uruguay. Ya, Luis Alberto Suarez, atau lebih dikenal dengan Luis Suarez. Suarez kecil memulai karier sepakbola juniornya dengan bermain untuk Nacional sejak tahun 2003 hingga masuk ke tim senior Nacional pada tahun 2005. Hanya bertahan 1 musim di tim senior, bakat Suarez muda tercium hingga ke negeri Kincir Angin Belanda. Adalah Groningen yang membawa Suarez muda ini berpetualang ke Eropa. Hanya bertahan semusim di Groningen, potensi bintang Suarez terdeteksi oleh Ajax yang bersedia menggelontorkan 7,5 pound untuk pemuda berusia 20 tahun kala itu. Di Ajax bakat besar Suarez terasah dengan baik, selama kurun waktu 2007-2011 membela panji Merah-Putih Ajax, Suarez bermain sebanyak 110 pertandingan dan membukukan 81 gol, sebuah torehan yang luar biasa di usia yang masih muda. Pada usia 24 tahun Liverpool menggaetnya dengan bandrol sebesar 22,8 juta pound, dan Suarez saat itu menjadi pemain termahal bagi Liverpool. Di Liverpool, Suarez mewarisi nomor 7, yang merupakan nomor peninggalan para legenda seperti "King" Kenny Dalglish, dan Kevin Keegan. Kehadiran Suarez di Liverpool mampu mengobati rasa getir suporter yang merasa hancur ditinggal bintang mereka Fernando Torres yang hijrah ke Chelsea, penampilan moncer Suarez, dan melempemnya Torres di Chelsea seakan menghapus duka bagi pendukung setia Liverpool.
Di level internasional, Luis Suarez membela Uruguay, secara bertahap dari level junior hingga senior. Debut senior Suarez pada tanggal 8 Februari 2007, diawali dengan kemenangan atas Kolombia dengan skor cukup mencolok 3-1, namun juga berkesan negatif pada Suarez yang menerima 2 kali kartu kuning yang membuat dia harus rela mandi lebih awal.
Dibalik ke digdayaan potensi Suarez, berbagai perangai negatif yang kontroversial pun tidak dapat terpisah dari nya. Kecemerlangan kariernya di Ajax harus ternoda dengan emosi nya yang membuat Suarez seringkali mendapat kartu kuning, bahkan kartu merah. Suarez juga pernah mendapat julukan "Cannibal of Ajax" gara-gara tingkah konyol nya menggigit bahu pemain PSV Otman Bakkal, akibatnya Suarez mendapat hukuman 7 laga dari KNVB. Kontroversi Suarez tidak berhenti disana, ketika bermain untuk Liverpool Suarez beberapa kali membuat ulah. Yang mengguncang dunia adalah kasus rasis Suarez pada pemain Manchester United Patrice Evra pada musim 2011-2012 yang membuatnya dihukum denda 40.000 pound dan skorsing 8 pertandingan. Pada tahun 2013 tragedi kanibal Suarez kembali terulang, kali ini yang menjadi korban adalah Branislav Ivanovic bek Chelsea, yang berujung pada skorsing 10 laga. Beberapa kejadian yang dilakukan Suarez mendapat kecaman dari media Inggris yang terkenal keras, bahkan Suarez pernah menyatakan diri tidak betah di Inggris akibat tekanan media pada dirinya, namun fans Liverpool berhasil membuatnya bertahan dan membawa Liverpool berada di peringkat kedua musim 2013/2014 lalu.
Kontroversi Suarez tidak hanya di level klub, di perhelatan akbar sekelas Piala Dunia pun Suarez masih membuat "kejutan" yang akan membuatnya dikenang sebagai pemain yang kontroversial dan tidak sportif. Timnas Ghana mungkin adalah negara yang paling sakit hati terhadap Suarez, bagaimana tidak,pada Piala Dunia Afrika Selatan 2010, Ghana berpeluang menciptakan rekor menjadi negara Afrika pertama yang bisa masuk ke semifinal Piala Dunia. Pertandingan yang berkesudahan 1-1 di waktu normal itu harus dilanjutkan pada babak tambahan. Pada menit akhir babak tambahan itulah Suarez mendadak menjadi penjaga gawang. Bola yang sudah meluncur ke gawang dapat "ditepis" keluar oleh Suarez. Akibatnya Ghana "hanya" mendapat penalti, Suarez diberi kartu merah. Namun kejadian itulah yang membuat Ghana begitu murka pada Suarez, walau mendapat penalti, peluang penalti tidak 100%, berbeda dengan kondisi bola yang telah melewati penjaga gawang yang berhak menggunakan tangan, pada akhirnya pemain Ghana Asamoah Gyan yang menjadi eksekutor gagal menyarangkan bola ke gawang Muslera. Bagi rakyat Uruguay Suarez mungkin menjadi pahlawan, namun Ghana akan menyimpan dendam kesumat pada Suarez.
Piala Dunia 2014 pun tidak terlewat dari ulah "bengal" Suarez. Pada pertandingan terakhir Grup D melawan Italia yang juga menjadi penentuan, Suarez kembali menggunakan "taring" nya. Kali ini korbannya bek Italia Giorgio Chiellini. Namun sayang wasit tidak menggubris protes Chiellini yang menunjukkan bekas gigitan sang "vampir", dan wasit pun tidak memberi hukuman apapun pada Suarez, dan lagi-lagi mungkin rakyat Uruguay menganggap Suarez sebagai pahlawan yang meloloskan Uruguay ke fase knock out.
 Dibalik segala kontroversi Suarez, seorang bintang tetaplah bintang, segala bentuk sportifitas adalah pilihan setiap pemain untuk menjalankannya atau menghalalkan segala cara.





Selasa, 24 Juni 2014

Panggung Kuda Hitam

Grup D menjadi salah satu grup neraka di Piala Dunia Brazil dimana ada Italia, Inggris dan Uruguay berkumpul dalam 1 grup. Kosta Rika dianggap hanya akan menjadi lumbung gol bagi 3 kekuatan klasik sepakbola ini. Namun bukan Kosta Rika yang harus mengemas koper untuk pulang, namun Kosta Rika malah berhasil "memulangkan" Wayne Rooney, dkk. Inggris masih memiliki kesempatan jika Kosta Rika kalah dari Italia di Matchday kedua, namun Joel Campbell, dkk mampu menghempaskan Italia dengan gol semata wayang Bryan Ruiz melalui sundulan kepala di menit 44. Dengan kemenangan Kosta Rika atas Italia, Inggris harus rela berkemas dan check out dari Brazil setelah pertandingan ke tiga menghadapi Kosta Rika yang sudah mewujudkan mimpi lolos ke fase knock out.
Peserta di grup B juga tidak kalah menarik,dimana ada finalis Piala Dunia Afrika berkumpul di satu grup yaitu Spanyol dan Belanda. Kejutan Piala Dunia kali ini dimulai saat Spanyol dilumat Belanda dengan skor mencolok 5-1 dimana Spanyol hanya mampu mencetak gol lewat titik putih. Spanyol juga masih tak mampu bangkit ketika menghadapi Chile dan harus menyerah 2-0. Kemasukan 7 gol dan mencetak 1 gol dalam 2 pertandingan mungkin bisa dibilang sebagai rekor buruk bagi juara dunia. Lain halnya dengan Australia, kendati tidak mampu lolos ke fase berikutnya, negara yang tergabung dengan AFC ini memberi kejutan dengan mampu memberikan perlawanan pada Belanda dan hanya kalah dengan skor tipis 3-2. Meski harus tersingkir di fase awal, Australia telah memberikan kesan manis pada turnamen 4 tahunan ini.
 Di Grup A tuan rumah Brasil diprediksi memang untuk lolos ke fase knock out dan saat ini memang Brasil mampu melewati fase grup kali ini. Tapi bukan kemenangan mudah yang didapatkan, namun kemenangan yang cukup menguras emosi dan mengundang kontroversi. Di pertandingan pertama Kroasia mampu memberikan shock theraphy pada anak asuhan Luis Felipe Scolari. Melalui sebuah skema serangan balik, Kroasia mampu unggul berkat gol "hadiah" dari Marcelo. Namun yang menjadi sorotan adalah keputusan-keputusan wasit yang sedikit dianggap membela Brasil, dengan sebuah penalti dan 1 gol Kroasia yang dianulir. Di pertandingan kedua pun Brasil harus puas hanya dengan 1 poin setelah gagal membuat Guillermo Ochoa memungut bola dari gawangnya. Meksiko yang dianggap akan mampu dilewati Brasil dengan mudah pun mampu memberikan hasil yang cukup mengejutkan.
Wakil Asia memang bisa dibilang kurang impresif di Brasil, namun Iran mampu membuat Asia cukup berbangga ketika mereka berhasil membuat Argentina cukup kerepotan. Walau memiliki pemain-pemain top layaknya Lionel Messi, Sergio Aguero, Gonzalo Higuain, dll tidak menjadi jaminan bagi Argentina dengan mudah melewati hadangan Iran. Pemain sekelas Messi pun membutuhkan 91 menit untuk bisa mencetak gol ke gawang Alireza Haghighi. Sebelum gol dari La Pulga, Iran bahkan sempat beberapa kali merepotkan pertahanan Argentina dengan serangan balik yang sangat cepat dan terarah. Penampilan Iran pun bahkan sempat menjadi Headline di beberapa media massa. Bukan karena kekalahan tipis, namun bagaimana permainan tanpa rasa takut mereka menghadapi negara dengan kumpulan pemain-pemain top.
Bukan Piala Dunia jika tidak menghadirkan prediksi kuda hitam. Belgia merupakan tim yang diprediksi bakal menggebrak pesta bola kali ini, hadir dengan bintang-bintang muda, dari sektor penjaga gawang hingga penyerang memiliki bintang-bintang potensial, sebut saja Thibaut Courtois dan Simon Mignolet yang berebut 1 posisi dibawah gawang, Kompany, Van Buyten dan Jan Verthongen di lini belakang, Radja Nainggolan yang cukup bersinar di Serie A harus rela diparkir karena kalah bersaing dengan Eden Hazard, Adnan Januzaj untuk lini tengah, serta ada Romelu Lukaku di lini depan. Namun ekspektasi tinggi Belgia nampaknya harus tenggelam diantara kuda hitam yang lain seperti Kosta Rika yang mampu mengungguli Italia dan Uruguay. Mampukah salah satu tim kuda hitam ini merebut hati pecinta sepakbola dunia dengan menjadi juara baru?

Selasa, 17 Juni 2014

Susahnya Jadi Wasit

Berlari, mengamati, meniup peluit, membuat keputusan dalam waktu kurang dari 1 detik. Kira-kira begitu tugas seorang wasit. Berlari menyisir luas lapangan, mungkin wasitlah yang memiliki daya jelajah tertinggi sepanjang 90 menit lebih. Lebih dari pemain-pemain yang berebut bola untuk memasukkan bola ke gawang lawan. Menjadi seorang wasit dibutuhkan kejelian dan ketepatan membuat keputusan. Tidak sedikit keputusan wasit yang akhirnya menjadi kontroversi, terutama saat para wasit berhadapan dengan para "aktor" dadakan ketika berada di kotak penalti. Tak jarang menjadi kambing hitam dari tim yang merasa dirugikan, tapi juga tak mendapat pujian dari tim yang merasa diuntungkan. Tim bertanding kadang hanya mendapat satu tekanan dari suporter lawan, dan mendapat satu dukungan dari suporter tim, sedang mereka harus mendapat tekanan dari dua kubu suporter.
Perkembangan sepakbola dan teknologi dewasa ini sangat pesat, seiring kualitas wasit yang dinilai semakin merosot, namun teknologi semakin bisa bersinergi dengan sepakbola, akhirnya muncul polemik baru saat muncul wacana menggabungkan sepakbola dengan teknologi. Beberapa tahun lalu kita masih melihat bagaimana seorang wasit lapangan harus berlari ke sisi lapangan untuk berkomunikasi dengan hakim garis untuk menentukan pelanggaran atau tidak, namun kini komunikasi wasit dimudahkan dengan alat komunikasi yang saling terhubung satu sama lain sehingga wasit bisa berkomunikasi awal lewat alat tersebut. Seperti sudah terprediksi, ketika satu bagian teknologi turut masuk ke dalam lapangan, ketergantungan akan teknologi akan terus bertambah dan tidak akan terpuaskan, karena masing-masing tim akan menuntut keadilan seadil-adilnya atas keputusan wasit, namun kadang kita tidak menutup mata bahwa sebaik apapun kepemimpinan wasit akan selalu ada celah untuk mencari kesalahannya.
Setelah alat komunikasi melakoni debutnya di lapangan, saat ini mulailah digunakan teknologi garis gawang yang akan memberi sinyal pada wasit untuk menentukan bola sudah melewati garis 100% atau belum dalam kondisi ketika bola akhirnya kembali memantul keluar, teknologi ini semakin dituntut untuk digunakan setelah kejadian "gol hantu" Frank Lampard ketika Inggris bersua dengan Jerman di Piala Dunia 2010 lalu. Saat itu dalam tayangan ulang memang jelas terlihat bahwa bola telah 100% masuk ke dalam gawang namun memantul keluar. Frank Lampard dan tim Inggris bahkan sempat ber selebrasi merayakan gol tersebut namun ternyata gol tersebut tidak disah kan oleh Jorge Larrionda selaku pemimpin pertandingan. Namun apakah karena cepatnya kejadian yang menyebabkan "gol hantu" tersebut terjadi? Inilah yang akhirnya memicu kontroversi penggunaan teknologi garis gawang, karena Larrionda bahkan sempat mengakui kesalahannya tidak mengesahkan gol Lampard tersebut, dilihat dari pengakuan tersebut sejatinya sang pengadil tahu persis bahwa sebenarnya bola telah melewati garis gawang, namun saat pertandingan wasit asal Uruguay tersebut tidak berani mengambil keputusan cepat, karena di pihak lain tim Jerman merasa bola belum masuk gawang. Namun pada akhirnya teknologi yang menjadi pemenang, dengan digunakannya teknologi garis gawang pada Piala Dunia 2014 ini, dan teknologi itu telah bekerja sesuai harapan ketika Prancis melumat Honduras.
Selain kejadian-kejadian yang membutuhkan pengamatan yang cermat, kontroversi wasit saat ini malah berasal dari perangai wasit itu sendiri, dari keputusan-keputusan yang tidak konsisten, membiarkan pertandingan berjalan sangat keras bahkan menjurus kasar, atau malah wasit yang terkenal menjadi fans sebuah klub namun tetap dipercaya memimpin pertandingan klub yang disukai wasit tersebut. Jika kondisi tersebut terjadi di liga mungkin kita masih bisa sedikit memberi toleransi, karena seluruh wasit berasal dari negara bersangkutan. Namun jika keberpihakan atau ketidak tegasan wasit terjadi di turnamen sekelas Piala Dunia dimana wasit dipilih dari berbagai negara dan benua, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah standar wasit FIFA berbeda di setiap benua atau negara? Sebagai contoh yang mungkin masih kita ingat ketika sosok Byron Moreno menjadi sorotan ketika memimpin pertandingan Korea Selatan melawan Italia di Piala Dunia 2002. Kala itu Moreno dianggap publik melakukan 2 kesalahan fatal saat menganulir gol Tommasi dan meng kartu merah Francesco Totti, dan Moreno semakin dibenci publik Italia karena dari 2 keputusan tersebut, Italia harus pulang lebih cepat.
Keputusan FIFA memilih wasit pun sedikit dipertanyakan ketika memilih seorang Yuichi Nishimura sebagai wasit pembuka laga Piala Dunia 2014 antara Brasil dan Kroasia. Memimpin laga Brasil ini seperti menjadi ajang penebusan dosa bagi seorang Nishirmura yang dianggap telah "melukai" Brasil di Piala Dunia Afrika Selatan dengan mengusir Felipe Melo. Di pertandingan kali ini Nishimura kembali membuat keputusan kontroversial yang justru menghancurkan Kroasia dan mungkin akan menghancurkan karier nya sebagai wasit profesional, dimana Nishimura tidak memberikan kartu merah pada Neymar yang seakan dengan sengaja menyikut Luca Modric, menganulir gol Kroasia, serta memberikan penalti untuk Brasil walau di tayang ulang terlihat tidak ada pelanggaran terjadi pada Fred.
Siapakah yang seharusnya bertanggung jawab atas kualitas wasit? Atau haruskah teknologi turut campur dalam pertandingan sepakbola? Biarlah sepakbola tetap menjadi milik manusia dengan segala keterbatasan indra dan kemampuan manusia berdasarkan kekurangan dan kelebihannya, bayangkan jika suatu saat pertandingan sepakbola dipimpin teknologi dimana semua pengambilan keputusan adalah benar dan mutlak, pertandingan akan menjadi datar dan tidak menarik lagi. PR bagi FIFA adalah membentuk wasit-wasit berkualitas secara skill dan mental, seperti sosok yang akan selalu muncul di benak pecinta sepakbola yaitu Pierluigi Collina yang hingga saat ini masih dianggap wasit terbaik yang pernah ada. Mampukah FIFA mencetak wasit-wasit sekelas Collina di masa depan?

Jumat, 13 Juni 2014

And The Game Begin

Perhelatan Piala Dunia akhirnya dibuka. Ditandai dengan tradisi upacara pembukaan yang meriah, pesta bola dunia secara resmi bergulir. Arena Corinthians, Sao Paulo menjadi saksi pembukaan perhelatan paling dinanti di seluruh dunia tersebut. Dengan mengangkat tema alam, seni, dan sepakbola dapat disatukan dalam sebuah pergelaran oleh Daphne Cornez selaku Direktur Artistik pertunjukan. Sekitar 1200 penari terlibat dalam acara tersebut, dengan bermacam-macam kostum yang sesuai dengan tema perhelatan tersebut. Upacara pembukaan tersebut juga dimeriahkan oleh penyanyi-penyanyi kondang sekelas Pittbull, Jennifer Lopez, dan Claudia Leitte. Bukan kebetulan mereka menjadi bintang tamu, namun mereka adalah yang menyanyikan lagu resmi Piala Dunia 2014 yang berjudul "We Are One (Ola Ole". Kehadiran Jennifer Lopez sendiri sempat simpang siur setelah beberapa hari sebelum acara puncak digelar J-Lo sempat dikabarkan tidak akan menghadiri bahkan memboikot upacara pembukaan tersebut, namun pada detik-detik akhir akhirnya J-Lo memutuskan untuk menghadiri dan memeriahkan acara pembukaan tersebut.

Lagu "We Are One" sendiri sempat menjadi kontroversi dan rumornya bahkan ditolak masyarakat Brazil, karena lagu tersebut didominasi Bahasa Inggris dan Spanyol, porsi Bahasa Portugis yang notabene bahasa masyarakat Brazil hanya memiliki porsi sedikit, berbeda dengan lagu "Waka-Waka" milik Shakira di pentas Piala Dunia 2010 yang lalu yang dapat menggabungkan porsi Bahasa Inggris dengan bahasa asli Afrika, bahkan Shakira juga mengangkat tarian khas masyarakat Afrika di aksi panggungnya membawakan lagu tersebut. Dalam lagu "We Are One" ini porsi untuk Bahasa Portugis dan penyanyi asal Brazil terkesan sangat dipaksakan masuk, padahal sejatinya Brazil memiliki artis-artis kondang yang layak diberi kehormatan membawakan lagu resmi Piala Dunia. Kita tentu ingat Michel Telo dan Gustavo Lima pernah berkolaborasi dengan bintang muda Brazil Neymar sebelum pemuda Brazil itu mengenakan seragam Barcelona.
Acara pembukaan tahun ini pun terkesan sangat sederhana, tidak tampak koreografi khusus seperti yang ditampilkan masyarakat Afrika 4 tahun lalu. Mungkin hanya LED berbentuk bola yang akan diingat di gelaran pembukaan tahun ini, karena selain menampilkan tayangan-tayangan bendera peserta, dari bola LED itulah J-Lo, Pittbull, dan Claudia Leitte muncul dan bernyanyi. Kualitas sound pun sempat dipertanyakan dan dikecam, karena pemirsa tayangan televisi tidak mendapatkan kualitas suara yang optimal ketika lagu resmi Piala Dunia dikumandangkan. Bahkan ada yang menyebut bahwa upacara pembukaan kali ini adalah yang terburuk. Namun pembukaan hanyalah pembukaan. Pentas sesungguhnya adalah penampilan seniman-seniman lapangan hijau yang beraksi yang ditandai oleh pertandingan tuan rumah Brazil vs Kroasia dimana tim tuan rumah mampu meraih 3 poin pertama dengan skor 3-1, yang uniknya semua gol tercipta dari pemain Brazil seluruhnya, Marcelo mencetak gol ke gawang sendiri, serta Neymar mencetak 2 gol dan ditutup oleh Oscar di menit 90. Enjoy the party guys.

Jumat, 06 Juni 2014

One Incredible Blue




















Lepas sejenak dari euphoria Piala Dunia, Lintas balik ke tanggal 25/5/2014 menuju moment bersejarah bagi suporter Indonesia pada umumnya dan Aremania pada khususnya.
25 Mei 2014 pada pertandingan Arema Cronus vs Persib Bandung, Aremania melakukan aksi "Balas Dendam" pada tim Persib Bandung, dimana kala bertanding di Stadion Si Jalak Harupat Soreang Kab. Bandung, tim Arema mendapat perlakuan negatif dari suporter tim tuan rumah, pada pertandingan petang itu Aremania bertekad membalas, namun bukan secara fisik, mereka ingin membalas tim Persib Bandung dengan kreatifitas dan nyanyian.

One Incredible Blue, begitu Aremania menyebut "aksi balasan" tersebut, dengan dentuman 100 penabuh drum yang dikomandoi Cak No sebagai penabuh senior dan 1 gerakan tangan dan nyanyian yang dikomandoi "The Conductor" Yuli Sumpil yang merupakan Dirijen senior di kalangan suporter Indonesia, yang juga pernah diminta PSSI untuk menjadi dirijen suporter Garuda di Senayan, dan telah diangkat kisahnya dalam film "The Conductor" dimana beliau disandingkan dengan dirijen-dirijen profesional. Aksi Aremania yang awalnya terkotak-kotak, pada pertandingan kali ini semua lebur menjadi satu, dengan simbol dibentangkannya Super Giant Flag yang berukuran 15.000 meter persegi.
 Bendera ini dibentangkan melingkar tribun Stadion Kanjuruhan. Bendera yang dikabarkan menjadi bendera suporter terbesar di dunia ini kini hanya menunggu waktu untuk didaulat menjadi bendera terbesar di dunia oleh Guiness Book of Record. Ide "gila" ini dikemukakan oleh Sam Harie Pandiono, seorang Aremania asli yang sukses berkarier di luar negri, bahkan beberapa kali mengibarkan bendera Arema di stadion-stadion Eropa, bahkan termasuk di Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan bendera Aremania dikibarkan oleh Sam Harie. Sam Harie juga merupakan 1 dari 2 orang yang mendukung Arema di Maladewa. Cita-cita beliau ingin meng internasionalkan Arema pun perlahan tapi pasti akan terwujud. Jika Guiness Book of Record benar-benar mengakui bendera One Incredible Blue ini sebagai bendera suporter terbesar di dunia, maka seluruh pecinta sepakbola Indonesia patut turut berbangga, dan semakin meningkatkan kreatifitasnya. Bersaing menjadi yang terbaik dengan kreatifitas bukan dengan anarki akan menjadi sumbangan positif bagi sepakbola kita pada Dunia. Salam Satu Jiwa.


Kamis, 05 Juni 2014

Bintang Yang "Hilang"

Siapa tidak mengenal Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Neymar, Gareth Bale, dll? Ya, mereka adalah seniman lapangan hijau paling bersinar saat ini. Kehadiran mereka pun pasti sangat dinantikan oleh suporter bola, sebagai contoh ketika Lionel Messi harus absen, banyak fans Blaugrana begitu merindukan sosok Messiah dberaksi di lapangan, begitupula ketika CR7 absen membela Real Madrid, para fans begitu kehilangan sosok idola mereka.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan di Piala Dunia, memang di gelaran kali ini, dua poros sepak bola yang mampu menyerap fans turut memeriahkan gelaran 4 tahunan ini, yaitu Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. The Rising Star Neymar. Jr pun turut memeriahkan tarian Samba Skuat asuhan Luis Felipe Scolari. Namun masih ada beberapa Bintang lain yang tidak dapat ambil bagian tampil di stadion-stadion Piala Dunia, mereka beberapa hanya akan menikmati kolega-kolega mereka dari layar kaca. Siapa saja mereka:
1. Zlatan Ibrahimovic
Sempat memiliki asa untuk unjuk kebolehan di Piala Dunia 2014, namun Ibrakadabra harus merelakan jatah pada sang pemain terbaik dunia CR7, di babak play off Swedia harus mengakui keunggulan Portugal, yang akhirnya membuat pecinta bola dunia harus "mengijinkan" Ibra untuk berlibur di jeda musim panas.


2. Gareth Bale
2 generasi timnas Wales memiliki pemain sayap berkelas dunia, diawali Ryan Giggs yang menjadi member Class of 92 milik Manchester United, yang gagal beraksi di gelaran Piala Dunia sepanjang karir nya sebagai pemain, kini mereka memiliki Gareth Bale yang baru saja mengantar Real Madrid meraih La Decima, namun Bale harus rela menonton dari depan layar kaca saja. Semoga 4 tahun ke depan Bale mampu membawa negaranya berlaga di pentas tertinggi.


3. Robert Lewandowski
Komoditi panas di Bundesliga, setidaknya itu yang bisa kita sebut untuk Robert Lewandowski, tampil baik untuk Dortmund, dan akhirnya diboyong sang rival Bayern Munchen. Namun nasib baik di Bundesliga tidak menular untuk timnas Polandia dimana mereka gagal mencuri tiket tampil di Brazil. Have a nice vacation Lewa.

4. Petr Cech
Pil Pahit harus dikecap oleh kiper Chelsea ini, pasalnya Timnas Ceko gagal melanggeng ke putaran Final Piala Dunia Brazil 2014, Cech tidak dapat menikmati Piala Dunia di akhir karirnya bersama timnas, namun Cech sedikit beruntung karena sempat mencicipi atmosfer pesta tertinggi sepakbola sejagad yang dia ikuti tahun 2006 di Jerman.


5. Samir Nasri
Sedikit kontroversi atas tidak terpilihnya Samir Nasri, pasalnya penampilan impresifnya bersama Manchester City tidak mampu merayu Didier Deschamps untuk mendaftarkannya ikut berlaga di Brazil. Ditolaknya Nasri oleh sang pelatih turut menyulut emosi Anara Atanes yang tidak lain kekasih Nasri yang melalui akun twitter nya menghina pelatih Timnas Prancis Didier Deschamps. au revoir Samir.

6. Casrlos Tevez
Tidak jauh berbeda dengan nasib Samir Nasri, walau bersinar di Juventus, Carlos Tevez tidak terpilih mengisi 1 dari 23 kuota pemain timnas Argentina di Piala Dunia 2014. Pengkoleksi 21 gol untuk Juventus musim lalu itu dianggap kurang bisa bersaing dengan Sergio Aguero, Gonzalo Higuain dan sang MEga
Bintang Lionel Messi. Alhasil Tevez secara tidak langsung memiliki waktu lebih untuk perform bersama band nya di Argentina.

7 Radamel Falcao
Menderita cedera sejak Januari silam membuat Falcao harus dengan berat hati meletakkan seragam timnas nya di pentas Piala Dunia. Namun Falcao tetap akan berada di Brazil sebagai pendukung Kolombia, Semoga dukungan sang bintang mampu mengangkat motivasi timnya.






8. Cedera memang menjadi hantu bagi setiap pesepakbola, berbeda dengan kasus Falcao yang cedera sejak Januari, Riccardo Montolivo yang sejatinya menjadi salah satu pemain kunci Italia di Piala Dunia 2014 harus merelakan posisi nya di skuat asuhan Prandelli tersebut karena menderita cedera parah hanya beberapa pekan sebelum Kick Off Piala Dunia. Pertandingan melawan Republik Irlandia yang sejatinya menjadi partai pemanasan malah menjadi mimpi buruk bagi Montolivo.

Namun bukan Piala Dunia jika tidak memunculkan bintang-bintang baru. Beberapa pemain besar memang tidak dapat berlaga, namun dengan tidak berlaganya pemain top, justru kadang malah memunculkan sosok-sosok pengganti yang akan menjadi calon bintang di masa depan. Welcome World Cup 2014.