Entri Populer

Selasa, 14 Oktober 2014

Catalan Bukan Spanyol

12 Oktober 2014 FC Barcelona telah mengumumkan dukungannya terhadap kemerdekaan Catalonia (daerah domisili Barcelona). Dengungan Catalan akan memisahkan diri dari Spayol telah berhembus cukup lama, bahkan Catalan telah menyiapkan timnas nya sendiri untuk mempersiapkan diri setelah pemisahan diri, dan pemain-pemain top asli Catalan juga turut memperkuat timnas Catalan, seperti Gerard Pique, Jordi Alba, dan Cesc Fabregas. Walau tidak diperkenankan mengikuti turnamen resmi FIFA karena masih belum berdiri sebagai negara sendiri, Timnas Catalan telah melakukan beberapa kali uji coba internasional melawan Cape Verde, Argentina, Honduras, Prancis, dan Brasil.
Hembusan-hembusan kabar pemisahan diri Catalan dari Spanyol selalu menjadi topik hangat di Camp Nou, bahkan pada pertandingan menjamu Atletic Bilbao pada 14 September 2014 lalu, Barcelona mengenakan Jersey Senyera (Corak bendera Catalan) di Camp Nou yang seharusnya Barcelona menggunakan jersey kandang Biru-Merah mereka. Hal ini dilakukan sebagai peringatan 300 tahun hilangnya kedaulatan Catalan yang seharusnya diperingati setiap tanggal 11 September. Pada laga-laga di Camp Nou sebelumnya terutama ketika pertandingan El Clasico, sentimen "Catalonia is not Spain" selalu berhembus, bendera-bendera Catalan hampir pasti berkibar di stadion kebanggaan warga Catalan. tersebut. Bahkan sentilan-sentilan nuansa Catalan terus didengungkan suporter dengan pembentukan motif mozaik warna Kuning-Merah yang menjadi kebanggaan masyarakat Catalan.
Lalu apa efek dari pemisahan Catalan yang pemungutan suara nya akan dilakukan pada tanggal 9 November 2014 mendatang? Barcelona, Espanyol, dan klub-klub Catalan lain secara otomatis akan kehilangan hak mereka untuk berlaga di kompetisi La Liga. Menurut perundang-undangan olahraga Spanyol, hanya ada 1 klub non Spanyol yang bisa berkompetisi di Liga Spanyol, dan klub itu adalah FC Andorra yang berlaga di kasta ke 6 Liga Spanyol. Namun apakah dengan mudahnya La Liga akan melepas Barcelona keluar dari La Liga? Pihak FC Barcelona sendiri telah menyatakan sikapnya akan legowo keluar dari Liga Spanyol jika memang "diusir" oleh penyelenggara La Liga. Pihak Liga Spanyol tentu akan berpikir beberapa kali sebelum benar-benar memutuskan hubungan dengan Barcelona, karena Blaugrana adalah salah satu magnet terbesar yang mampu mengikat banyak pecinta bola dunia tetap setia mengikuti kompetisi La Liga selain Real Madrid tentunya. Faktor lain yang akan membuat penyelenggara La Liga berpikir ulang adalah rivalitas antara Real Madrid vs FC Barcelona yang hingga saat ini menjadi pertandingan yang paling ditunggu oleh masyarakat dunia, dimana juga terlibat persaingan antara Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo didalamnya. Dan tentu saja kontribusi La Masia yang sangat berkontribusi menyumbangkan tenaga pemain-pemain top Spanyol kala mampu merebut Juara Dunia 2010 dan Juara Eropa 2012. Pemain-pemain didikan Barcelona yang turut membantu Spanyol berprestasi antara lain Carles Puyol, Gerard Pique, Jordi Alba, Sergio Busquets, Pedro Rodriguez, Xavi, dan Iniesta. Namun faktor terakhir sepertinya tidak akan terlalu mempengaruhi keputusan Spanyol, karena jika Catalan merdeka, otomatis mereka akan bisa dengan bebas menjadi anggota FIFA dan berdiri sendiri menjadi Timnas Catalan secara resmi, dimana di masa depan kontribusi La Masia akan lebih berpengaruh pada Timnas Catalan.
Dari pihak Barcelona sendiri jika terpisah dari Liga Spanyol akan cukup terancam kehilangan bintang-bintangnya karena tidak ada rivalitas jika mereka berkompetisi di intern Catalan, Namun sebagai sebuah klub, Barcelona pasti telah memiliki rencana terburuk mereka. Jika melihat ke Liga Inggris, dimana ada beberapa klub di luar Inggris juga berlaga di Liga Inggris seperti Swansea City dan Cardiff City, Barcelona sepertinya lebih memiliki opsi untuk menyelamatkan reputasinya, yaitu dengan berafiliasi dengan Liga negara tetangga, seperti bergabung ke Liga Jerman, Liga Portugal ataupun Liga Italia yang secara geografis tidak berjarak terlalu jauh. Dari segi reputasi klub sepertinya Barcelona akan mudah mendapatkan "rumah" baru untuk berkompetisi. Namun akan berbeda cerita jika Espanyol menghadapi kasus ini. Dengan status klub medioker, sepertinya La Liga tidak akan terlalu ambil pusing dengan adanya Espanyol atau tidak. Begitupula dengan Espanyol, tentu akan cukup susah menemukan "rumah" untuk berkompetisi dengan status klub medioker.
Segala kemungkinan masih bisa terjadi, Spanyol sendiri pun masih mungkin memberi kelonggaran bagi klub-klub Catalan untuk berlaga di La Liga Spanyol, dengan merubah sistem perundang-undangan mereka, karena kehilangan Barcelona juga akan bisa dianggap sebagai bunuh diri untuk kepopuleran La Liga sendiri. Tidak ada salahnya jika Liga Spanyol sedikit memberi perbedaan sikap terhadap klub-klub Catalan, seperti Monaco yang tetap mengikuti kompetisi di Ligue 1 Prancis walau secara konstitusi negara Monaco dan Prancis adalah 2 negara yang berbeda. Tentunya saat ini para pecinta Barcelona sedang cemas menunggu keputusan apakah Barcelona tetap di Liga Spanyol jika pada 9 November mendatang Catalan akan secara resmi merdeka? Dan sebagai penikmat sepakbola tentu saja kita akan kehilangan pertandingan paling klasik dalam sejarah sepakbola antara Real Madrid dan FC Barcelona. Semoga keputusan terbaik yang akan diambil oleh penyelenggara Liga Spanyol. Visca Barca Visca Catalonia. Catalonia Is Not Spain. Catalunya, Nou Estat D'Europa.




Senin, 13 Oktober 2014

Garuda Jaya "Over Heat"?

Tahun 2013 menjadi tahun harapan bagi pecinta Timnas Indonesia. Tim senior yang carut marut terdampak kisruh PSSI membuat suporter timnas tidak bergairah mendukung Tim Garuda di stadion. Namun pada saat itu tiba-tiba muncul harapan bangsa melalui ABG-ABG yang bertanding di level U-19.
Menjadi tuan rumah di gelaran Piala AFF U-19, anak asuhan Indra Sjafri ini tergabung di grup B bersama Vietnam, Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Brunei. Tergabung bersama negara-negara favorit juara, kiprah Garuda Jaya kurang diperhitungkan oleh suporter. Selain berada satu grup dengan lawan tangguh, suporter pun relatif tidak mengenal pemain-pemain muda ini. Menyudahi pertandingan perdana dengan skor telak 5-0 melawan Brunei belum cukup memberi bukti kekuatan tim muda ini. Kemenangan kedua melawan Myanmar pun belum cukup memberi bukti pada penonton, apalagi timnas muda ini menelan kekalahan ketika melawan Vietnam. Namun bagi beberapa suporter, permainan yang ditunjukkan Evan Dimas, dkk ini cukup ampuh untuk bisa menarik penikmat bola di Sidoarjo dan Gresik yang menjadi tuan rumah gelaran ini walau stadion tidak selalu penuh. Kemenangan telak 3-1 atas Thailand membuka mata pendukung Timnas, ditambah laga penutup grup Indonesia melawan Malaysia yang selalu bertensi tinggi di setiap pertemuannya. Mengakhiri putaran grup di peringkat ke 2, Garuda Jaya bertemu dengan tim kejutan Timor Leste di babak Semi Final. Mengalahkan Timor Leste 2-0, anak-anak muda ini kembali harus bertemu dengan Vietnam di partai puncak. Harapan pun melambung tinggi bersama kepak Garuda muda ini, para suporter yang sudah haus prestasi bersatu untuk memerahkan stadion Gelora Delta Sidoarjo yang menjadi venue final. Doa masyarakat Indonesia pun terwujud dengan kemenangan Tim muda ini dengan adu penalti 7-6 setelah bermain imbang tanpa gol selama 120 menit.
Dalam sekejap Evan Dimas, Ravi Murdianto, Ilhamudin, Maldini Pali menjadi buah bibir masyarakat, dan mengisi kolom-kolom berita tanah air, bahkan profil Evan Dimas juga sempat terpampang di situs resmi FC Barcelona. Popularitas U-19 pun melambung mengalahkan senior-seniornya. Masyarakat bahkan benar-benar membela U-19 agar tidak terkontaminasi dari jahatnya media, bahkan ada dukungan supaya para pemain tidak memainkan bagian dari iklan-iklan yang merubah fokus pemain.
Euforia masih berlanjut pada kualifikasi Piala Asia U-19, dimana turnamen ini membawa harapan Garuda Jaya tampil di putaran Final Piala Dunia U-20. Tergabung di grup G bersama Laos, Filipina, dan raksasa Asia Korea Selatan. Asa tim muda ini diawali dengan mulus dengan melumat Laos dengan skor telak 4-0, dilanjutkan mengandaskan perlawanan Filipina 2-0. Dengan permainan cepat dan lugas, Timnas muda ini diyakini mampu mengimbangi kecepatan Korea Selatan. Dengan dukungan 50.000 suporter di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Dibawah guyuran hujan yang cukup deras, Evan Dimas mampu membuka keran gol Garuda di menit 30, namun 2 menit setelah gol sang kapten, Korea mendapat penalti yang mampu dieksekusi dengan baik oleh Seol Taesu. Sorak sorai suporter yang membahana di Stadion terbesar Indonesia ini mampu memacu semangat para pemain hingga kembali unggul 2-1 di menit 49 Evan Dimas kembali membawa Garuda Jaya unggul. pada menit 86 Evan Dimas melengkapi Hattrick nya dan membuat seisi GBK dan pecinta bola seIndonesia bersorak gembira melihat Timnas muda ini unggul selisih 2 gol atas Korea Selatan. Tidak lama setelah gol ke 3 Evan Dimas, Korea mampu mencuri 1 gol pada menit 88. Sisa 2 menit digunakan Korea untuk membombardir pertahanan Indonesia yang dikawal oleh Ravi Murdianto. Penonton benar-benar bersorak kemenangan kala wasit asal Malaysia yang memimpin pertandingan tersebut meniup peluit akhir pertandingan. Sekali lagi Garuda Jaya melambungkan nama Indonesia di kancah sepakbola yang benar-benar dirindukan masyarakat.
Berbagai persiapan dilakukan Indra Sjafri untuk mempersiapkan tim menghadapi Piala Asia. 2 jilid tur Nusantara dilakoni, Tur Timur Tengah, hingga Tur melawan klub-klub Spanyol antara lain Valencia, Atletico Madrid, Barcelona, dan Real Madrid. Walau menderita kekalahan dari Atletico Madrid, namun permainan Garuda Jaya layak diapresiasi karena "hanya" kalah 2-1. Bahkan mampu menahan imbang Valencia 1-1. Di pertandingan melawan Barcelona, Evan Dimas, dkk mendapat pengalaman berharga dengan bertanding melawan Luis Suarez, Thomas Vermaelen, Alen Halilovic, Sergi Samper, dan Pol Calvet. Dengan lawan tanding yang memiliki jam terbang tinggi, Garuda Jaya harus rela gawangnya dikoyak sebanyak 6x oleh tim asuhan Eusibio itu. Keanehan muncul pada jadwal tanding melawan Real Madrid C yang dilakukan pada hari berikutnya. Kekalahan 5-0 menjadi terlihat sangat wajar jika didasarkan pada jadwal pertandingannya.
Menuai hasil kurang positif di Spanyol, tidak menyurutkan optimisme menghadapi turnamen selanjutnya Piala Asia U-19 di Myanmar. Namun seakan menjadi antiklimaks, ketika Evan Dimas, dkk malah takluk 3-1 dari Uzbekiztan di pertandingan perdana, dan bahkan tersingkir setelah kalah 1-0 dari Australia.
Dari tim yang relatif tidak dikenal, hingga menjadi pujaan mungkin memberikan beban tersendiri bagi para pemain, usia yang masih sangat muda harus memikul beban berat dari harapan seluruh rakyat Indonesia. Bukan Indra Sjafri, bukan Evan Dimas atau pemain lain yang harus disalahkan. Kesalahan mendasar sejatinya ada pada PSSI yang kurang mampu membina pemain muda potensial. Jika berpikir logis, penduduk Indonesia jumlahnya mungkin hampir setara dengan penggabungan beberapa negara Eropa sekaligus, namun mengapa dari sekitar 200juta penduduk, begitu sulitnya menjaring pemain muda? Banyak pemain muda potensial di Indonesia, dengan bukti pemain-pemain muda kita pernah berprestasi di turnamen internasional Danone. Juga ada beberapa pemain yang mendapat penghargaan di Milan bahkan Manchester United. Evan Dimas pun pernah mendapat kesempatan berlatih bersama La Masia, dan masih banyak contoh lain lagi. Ditambah dengan ekspansi sekolah sepakbola klub-klub Eropa seperti Arsenal, Barcelona, dan Real Madrid yang membuka cabang di Indonesia. PSSI harus lebih jeli melihat potensi pemain muda kita. Selama ini PSSI terus berharap pemain muncul dengan instan, padahal pemain seperti Lionel Messi sudah diincar Barcelona sejak umur 9 tahun, dan di didik secara profesional di La Masia yang diberi pelajaran sekolah intensif, latihan rutin sepakbola serta pertandingan di akhir pekan. Lalu apa beda pola latihan Timnas U-19 dengan klub-klub muda luar negri? Seperti kita tahu, banyak tur dijalani Garuda Jaya untuk memperkuat tim, jumlah pertandingan yang banyak serta tidak meninggalkan sekolah. Perbedaan mendasar adalah pada pertandingan yang dihadapi. Klub-klub Eropa membiasakan pemain muda dengan pertandingan kompetisi atau turnamen yang memperebutkan gelar, jadi dari usia dini mereka telah dibiasakan pada pertandingan yang kompetitif dan ada tekanan untuk menang, sedang Garuda Jaya hanya memainkan pertandingan yang bersifat persahabatan yang lebih banyak pada unsur "menyapa" penggemar dengan berkeliling Indonesia. Mereka hanya merasakan kenyamanan pertandingan, bukan kompetisi atau turnamen yang mengasah mental bertanding, dan hasilnya dapat kita lihat, mental Garuda Jaya belum siap untuk berkiprah di level yang lebih tinggi. Secara teknik dan permainan tim memang mumpuni, tapi dari segi mental mereka masih harus ditempa lebih lagi. Jayalah Garuda. Berbenahlah PSSI. Ingat, Jepang yang dulu "belajar" sepakbola di Indonesia sudah merasakan berlaga di Piala Dunia sejak 1998, sedang kita yang menjadi "guru" masih berjalan di tempat.